Namun Tito tidak mewajibkan perwira tinggi tersebut mundur sebelum penetapan pasangan calon, yakni pada 12 Februari 2018. Menurut dia, perintah untuk mundur sebelum penetapan calon justru menghilangkan hak para jenderal sebagai anggota Polri.
Sebab, kata Tito, mereka malah bisa kehilangan statusnya sebagai anggota kepolisian jika ternyata tidak jadi maju dalam pilkada. “Itu artinya dizalimi oleh Kapolri,” tuturnya.
Tito menegaskan, jenderal aktif yang ikut pilkada wajib mengundurkan diri setelah penetapan pasangan calon. Tito mengharuskan mereka menanggalkan statusnya sebagai anggota polisi dan maju pilkada sebagai masyarakat sipil. “Itu memang aturannya.”
Tito juga memastikan akan menjaga netralitas Polri meski beberapa anggotanya ikut pilkada. Dia telah menyiapkan sejumlah pengawasan internal serta eksternal, yakni memerintahkan Divisi Profesi dan Pengamanan serta Inspektorat Pengawasan Umum, ikut menjaga netralitas Polri. Selain itu, kata Tito, masyarakat serta lembaga pengawas lain, seperti Ombudsman dan Komisi Kepolisian Nasional, turut memantau.
Perwira tinggi Polri yang bakal maju pilkada ialah Kepala Kepolisian Daerah Kalimantan Timur Inspektur Jenderal Safaruddin, Wakil Kepala Lembaga Pendidikan dan Pelatihan Polri Inspektur Jenderal Anton Charliyan, dan Kepala Korps Brimob Polri Inspektur Jenderal Murad Ismail. (Red).
sumber.TEMPO.CO
Komentar